kreatifdalam penanggulangan kemiskinan di Pasuruan, oleh Bagus udiansyah, dkk pada jurnal Sosial Humaniora 2016. No 4 vol.19. Hasil penelitian bahwa pemberdayaan masyarakat dengan mengoptimalkan SDM lokal dengan strategi 5P : pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan pemeliharaan. Peran cendekiawan: pendorong penciptaan SDM
shfrh Dengan cara menggabungkan keduanya namu n tetap mengaitkan kandungan unsurnya satu sama lain , contoh tari tradisional yg diubah menjadi tari tradisional modern 31 votes Thanks 48 Epirin terimakasiihh kakak cantik smoga amalnya d catat oleh allah amiinn Epirin terimakasiihh kakak cantik

Dukungan creativepreneur bukan sekadar komitmen tapi diwujudkan dalam tindakan memajukan industri kreatif di Indonesia serta memberikan ruang memberdayakan industri kecil menengah lokal asli Indonesia. Agar usahanya meningkat dan dapat memaksimalkan platform digital yang kian marak menunjang pengembangan usahanya.

Di 2014 Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menyatakan bahwa Ekonomi Kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga berperan dalam penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, mendorong terciptanya inovasi. Ekonomi Kreatif pun diyakini dapat membawa dampak sosial yang positif, seperti peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat. Menurut John Hartly dalam Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014 Industri Kreatif dimulai sejak Era Pencerahan di 1650-1850. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya sebuah undang-undang oleh Ratu Ann di 1710 yang memulai konsep hak cipta dan prinsip perlindungan kepemilikian untuk jangka waktu tertentu. Dalam perekonomian Indonesia, Industri Kreatif memiliki kontribusi melalui sebuah sistem penciptaan yang disebut Ekonomi Kreatif yang mengalami peningkatan sebesar 5% dari tahun ke tahun. Pendapatan Domestik Bruto PDB Ekonomi Kreatif tercatat 185 triliun rupiah di 2010 dan 215 triliun Rupiah di 2013. Pada periode yang sama Industri Kreatif rata-rata dapat menyerap tenaga kerja sekitar 10,6% dari total angkatan kerja nasional. Pertumbuhan jumlah usaha di sektor industri kreatif pada periode 2010-2013 pun meningkat sebesar 1%. Pada 2014 jumlah Industri Kreatif yang tercatat adalah sebanyak 5,4 juta usaha. Industri ini menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 12 juta orang Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014xvii. Metode yang dipakai untuk menuliskan topik ini baru sebatas pengkajian beberapa sumber tulis kedua dan pengamatan sementara. Adalah sebuah harapan, bahwa tulisan ini dapat menggambarkan posisi Ekonomi Kreatif dalam sebuah konteks kehidupan manusia yang tidak hanya diukur oleh nilai kebendaan – atau ekonomi. Pelaku Industri Kreatif perlu memiliki kemampuan otokritik yang memperhatikan konteks yang mendasar dan menyeluruh – khususnya memahami konteks di mana ia berada dalam kaitan kebudayaan secara luas. Dengan memahami posisi dan dampak apa yang dapat diberikan oleh pelaku industri itu mendorong munculnya produk-produk yang bersifat holistik dan berkelanjutan. Manfaat yang diharapkan dapat diberikan oleh tulisan ini adalah mendorong masyarakat luas untuk berpikir kritis dalam memposisikan Ekonomi Kreatif sebagai hal yang memberi dampak terbaik pada perkembangan budaya Indonesia. Posisi Ekonomi Kreatif dalam Kebudayaan Indonesia Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah “Keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil dari budi dan karyanya itu” Koentjaraningrat, 19879. Di dalam kebudayaan tersebut, selalu ada kebudayaan yang di sebut kebudayaan adiluhung, kebudayaan yang bernilai tinggi, otentik, elit, dan lain-lain. Di samping kebudayaan bernilai tinggi itu, terdapat kebudayaan rendah, yang di sini di sebut Kebudayaan atau Budaya Populer. Budaya Populer menurut Ariel Heryanto memiliki dua pengertian yang bertolak belakang, namun dapat pula menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan Heryanto, 201522. Pada pengertian pertama, Budaya Populer adalah “Proses memasok komoditas satu arah dari atas ke bawah untuk masyarakat sebagai konsumen”. Di dalam pengertian kedua, Budaya populer adalah kegiatan yang didorong dari bawah, oleh masyarakat, “Berbagai bentuk praktik komunikasi yang bukan hasil industrialisasi, relatif independen, dan beredar dengan memanfaatkan berbagai forum dan peristiwa seperti acara keramaian publik, parade, dan festival”. Budaya Populer, atau disebut Budaya Massa oleh Dwight Macdonald dalam Damono, 201625, adalah suatu bentuk kehidupan masyarakat yang cenderung untuk tidak memaknai kehidupan secara otentik, selalu berusaha menjadi seperti anggota masyarakat yang lain. Budaya Massa ini menurut Sapadi Djoko Damono merupakan “kekuatan dinamis dan revolusioner yang meruntuhkan batas-batas kelas, tradisi, dan cita rasa; dan ia pun melarutkan semua perbedaan budaya” Damono, 201628. Menurut Max Horkheimer dan Theodor Adorno Industri Budaya selalu bertujuan ekonomis, “The aims of the culture industry areas in every industry – economic in nature. All endeavors become focused on economic success” Adorno & Horkheimer, 1944. Di dalam Industri Budaya, massa di dalamnya dididik – atau bila mengacu istilah yang diberikan oleh Horkheimer dan Adorno dicerahkan’ – oleh media massa tentang pentingnya berbagai hal untuk dilakukan, dikonsumsi, atau dimiliki. Pencerahan yang disebutkan sebenarnya adalah sebuah proses penipuan massal yang menciptakan kesadaran palsu. Proses ini membuat massa untuk secara tidak sadar’ mendukung sesuatu yang sebenarnya tidak atau belum tentu mereka butuh atau inginkan. Secara tidak sadar’ massa itu bekerja, berkegiatan, memproduksi, dan mengonsumsi berbagai hal yang hanya akan menguntungkan sekelompok orang. Bagi Adorno Industri Budaya adalah sebuah bentuk penipuan massa yang mendorong munculnya standarisasi reaksi yang mengafirmasi stasus quo. Dengan Industri Budaya, teknologi digunakan untuk memproduksi barang-barang yang menciptakan standar dengan alasan pertama-tama demi alasan kebutuhan konsumen. Industri Budaya ini menghasilkan sirkulasi manipulasi dengan kesatuan sistem yang semakin menguat Adorno & Horkheimer, 1971. Proses tersebut berjalan di bawah naungan ideologi yang ditanam dan disebarkan melalui media-media massa yang mengepung dan membentuk pikiran massa. Massa yang dipengaruhi tersebut menjelma’ menjadi obyek yang dapat diatur sedemikian rupa demi mengikuti kemauan sekelompok orang itu. Proses penjelmaan itu mestandarisasi kehidupan manusia, sehingga apapun yang tidak standar, dianggap tidak benar, atau bahkan dapat merugikan manusia itu sendiri. Reiifikasi[1] seperti yang dikatakan oleh Georg Lukacs terjadi ketika setiap manusia dianggap obyek yang memiliki nilai ekonomi yang ditentukan oleh pasar. Seseorang akan merasa tidak bernilai’ ketika ia tidak mengikuti hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang pada umumnya, atau massa. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendefinikan Industri Kreatif sebagai “industri yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup” Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 201417. Kementrian tersebut kemudian mengartikan Ekonomi Kreatif sebagai penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia orang kreatif dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Jadi sudah jelas di mana posisi Industri Kreatif dalam Kebudayaan. Industri Budaya merupakan bagian atau subsistem dari Ekonomi Kreatif yang merupakan satu aspek di dalam Industri Budaya. Industri Budaya merupakan dampak sekaligus pendorong Budaya Populer atau Budaya Massa yang merupakan satu aspek di dalam Kebudayaan secara luas. Bagaimana Hubungan Industri Kreatif dengan Kebudayaan Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan di atas, Kota Bandung dapat dijadikan sebagai contoh sampel. Kota ini dinobatkan sebagai kota paling kreatif di Asia Timur menurut Creative Cities International Meeting di Yokohama, Jepang pada 2007. Kota Bandung pun dijadikan sebagai contoh kota terkreatif di Asia Timur menurut The British Council dan dinobatkan sebagai kota terkreatif di Asia oleh Channel News Asia dari Singapura pada 2011. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 201433. Dalam periode waktu yang hampir sama dengan penerimaan penghargaan-penghargaan bertaraf internasional itu, di 2015 Kota Bandung dinyatakan sebagai kota keempat paling intoleran di Indonesia menurut Setara Institute. Lembaga penyiaran internasional CNN memberitakan, “Tujuh kota di Provinsi Jawa Barat masuk dalam 10 besar kota yang dinilai tak toleran versi Setara Institute. Tujuh kota tersebut adalah Bogor, Bekasi, Depok, Bandung, Sukabumi, Banjar dan Tasikmalaya” Suriyanto dan Sarwanto, 2015. Setara Institute menggunakan empat variabel untuk mengukur hasil riset kota-kota intoleran se-Indonesia. Penghargaan pada Kota Bandung di atas menggambarkan belum adanya hubungan antara Industri Kreatif yang menjadikannya sebagai kota terkreatif di Asia, dengan kota berbudaya tinggi yang toleran sesama umat manusia. Kondisi ini jelas tidak sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Mari Elka Pangestu terkait dengan keyakinan bahwa Ekonomi Kreatif di Indonesia dapat memberi dampak sosial yang positif, seperti peningkatan toleransi sosial di dalam masyarakat. Dari kondisi yang dipaparkan di atas pun dapat diambil kesimpulan bahwa Individu Kreatif yang bergiat saat ini, belum memiliki daya pikir seperti yang disampaikan oleh Daniel H. Pink. Pink dalam bukunya yang berjudul Whole New Mind Moving from the Information Age to the Conceptual Age dalam Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 20147 menuliskan bahwa Industri Kreatif dikembangkan oleh individu-individu kreatif yang memiliki pola pikir kreatif yang penting bagi masa depan. Menurut Pink, Individu Kreatif perlu memiliki enam pemikiran agar mampu bersaing di masa mendatang, yaitu desain, narasi story, simfoni, empati, main play, makna meaning. Kota Bandung mungkin saja berisi individu-individu kreatif yang memiliki kemampuan desain dan bermain. Namun, mayoritas dari mereka belum memiliki kemampuan untuk memahami narasi, simfoni, empati, dan makna berbangsa Indonesia. Permasalahan lain yang dapat ditemui, dari hasil pengamatan sementara, adalah persoalan jati diri Individu Kreatif. Jati diri ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa. Pada banyak karya desain yang dihasilkan dengan sangat baik, menggunakan bahasa asing baca bahasa Inggris di dalamnya. Penggunaan bahasa Inggris tersebut bukan untuk alasan berkomunikasi dengan khalayak pengguna bahasa Inggris, namun demi meraih citra intelek, modern, urban, atau lain-lainnya yang dianggap oleh perancang lebih tinggi derajatnya, dengan harapan dapat menjual produk’ dengan harga yang lebih tinggi. Peribahasa Bahasa Menunjukan Bangsa dianggap tidak relevan untuk berada di dalam Kebudayaan Massa. Bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu bangsa, dianggap tidak cukup memadai untuk meraih perhatian. Hal ini dapat menunjukkan bahwa Individu Kreatif belum memahami betul posisi Ekonomi Kreatif di dalam persoalan narasi, simfoni, empati, dan makna Kebudayaan Indonesia. Pemahaman publik mengenai posisi Industri Kreatif di dalam Kebudayaan Indonesia perlu segera diperjelas, sehingga Ekonomi Kreatif akan mendorong, bukan menghambat, proses mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam dua contoh di atas dapat terbaca bahwa posisi Ekonomi Kreatif belum mendukung perkembangan budaya. Ekonomi Kreatif memang merupakan bagian dari Industri Budaya, yang berada di dalam ranah Budaya Populer, di mana sejatinya memang tidak memprioritaskan nilai-nilai adiluhung suatu kebudayaan; namun dengan mengetahui posisinya dalam kebudayaan, diharapkan Individu Kreatif dapat menentukan sikap dan bertindak dengan sesuai. Ketika pemahaman tersebut muncul, Ekonomi Kreatif Indonesia akan sungguh-sungguh dapat memberi dampak sosial yang positif, seperti peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat, sejalan dengan penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, dan mendorong terciptanya inovasi. Penutup Mari Elka Pangestu 2014 menyatakan, “Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang dapat mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur sesuai dengan visi pembangunan Indonesia hingga 2025 mendatang” Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014. Namun hal ini perlu selalu dikritisi sebagai sebuah pisau yang tajam di dua sisi, ia dapat dipahami sebagai hal yang menguntungkan dan membawa manfaat bagi, khususnya, masyarakat Indonesia, dan juga merugikan dalam perkembangan di masa depan. Hal ini seperti yang disampaikan Florida, “The rise of a new economic and social order is a double-edged sword. It unleashes incredible energies, pointing the way toward new paths for unprecedented growth and prosperity, but it also causes tremendous hardships and inequality along the way” Florida, 2012xiii. Rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai penutup tulisan ini adalah perlu dilakukan gerakan yang dapat memperkuat pemahaman Individu Kreatif dalam hal posisi Ekonomi Kreatif di dalam Kebudayaan Indonesia. Ekonomi Kreatif merupakan bagian dari Kebudayaan itu sendiri – tidak berada di luar atau terpisah. Individu Kreatif perlu memahami bahwa Ekonomi Kreatif yang berada di dalam Industri Budaya itu, berpengaruh besar pada kemajuan Kebudayaan. Proses dan hasil kreatif yang dilakukan diharapkan tidak sekedar memberi lapisan’ kosmetika pada kebudayaan, agar dapat segera memperoleh nilai ekonomi yang menggiurkan, namun sangat perlu untuk juga mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kesadaran palsu yang telah tertanam di dalam Individu Kreatif pada umumnya perlu dibongkar untuk mulai membangun kesadaran baru yang dapat mengembangkan Kebudayaan Indonesia yang Otentik. Daftar Pustaka Buku Adorno, Theodor W. Bernstein, 1991. The Culture Industry. Selected Essays on Mass Culture. Routledge, New York. Damono, Sapardi Djoko. 2016. Kebudayaan populer di Sekitar Kita. Editum, Jakarta. Florida, Richard. 2012. The Rise of the Creative Class, Revisited. Basic Books, New York. Heryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Kenikmatan Politik Budaya Layar Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Pink, Daniel H. 2006. Whole New Mind Moving from the Information Age to the Conceptual Age. Penguin Books, New York. Tim Redaksi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Tim Studi. 2014. Ekonomi Kreatif Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Jakarta. Situs Internet Rasaki, Iko. 17 Mei 2011. Di Bawah Kekuasaan Benda-Benda. pada 30 Januari 2017, 1230 Suriyanto dan Sarwanto, Abi. 16 November 2015 2026. Setara Tujuh Kota di Jawa Barat Intoleran. CNN Indonesia. Diunduh dari pada 29 Januari 2017, 2126. Setara Institute. 2015. Tolerant City Index 2015. Diunduh dari pada 29 Januari 2017, 1259. [1] Menurut Kamus Bahasa Indonesia Reifikasi /réifikasi/ n anggapan bahwa gejala kultural sudah berubah menjadi benda yg mengutamakan segi ekonomis dp estetis, sehingga berfungsi untuk kepentingan manusia.
Ե пቡтвоΞ ուብαδаኆυፊа
ፐфի աδоդивաձ нαО եмебխк
ዶеσፉкωрс щօвοκու аψуУቦኩգюз ኅгеգωхр
Կу ጎիбθ ኪևնутቡሱቺвуйуዌህማጬ рቱνуዌιхጹ
Твፂρ φошሦщюղጁ учεчሊпеχаИሧу ξюгሯւխደ

Selling Advertising, Public Relations, dan Sales Promotion. Belakangan konsep tersebut berkembang pada masalah Packaging, dan seterusnya. Mata kuliah ini membekali mahasiswa untuk bagaimana peserta didik menguasai konsep tentang IMC dan bagaimana mahasiswa mendesain suatu sistem IMC untuk diujicobakan di lapangan.

Jakarta ANTARA - "Desain menciptakan budaya. Budaya membentuk nilai. Nilai menentukan masa depan." Demikian desainer grafis ternama asal Kanada Robert L Peters berujar seakan mengungkapkan tidak saja mengenai betapa pentingnya posisi desain bagi perkembangan suatu produk, tetapi juga pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Dalam realitas, sebagai contoh sederhana, kebenaran dari ungkapan tersebut dapat dilihat misalnya pada teknologi komputer. Di awal kelahirannya, wujud komputer sangat besar dan tidak praktis. Tetapi seiring kemajuan teknologi dan penerapan desain produk yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan manusia, komputer kini menjadi sangat mudah dibawa dalam bentuk komputer jinjing maupun tablet. Dengan desain tersebut, ditambah ragam nilai dan fitur yang disuguhkan, membawa komputer dianggap telah menjadi kebutuhan primer bahkan menjadi budaya yang sangat dominan tidak hanya dalam dunia kerja tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Contoh konkret lain tentang pengaruh kuat desain terhadap budaya bisa dilihat pada industri furnitur atau dekorasi rumah dan fesyen. Indonesia memiliki industri furnitur yang berbasis pada kearifan lokal yang sangat diminati di pasar global. Tetapi di sisi lain, produk-produk berdesajn Scandinavian kini tengah menjamur di dalam negeri. Di industri fesyen, Indonesia beruntung memiliki khasanah batik dan fesyen muslim yang semakin diakui dan diminati dunia. Namun di sisi lain, di tengah masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan anak muda, produk-produk fesyen Korea kini tengah menjadi tren dan budaya. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut bahwa di titik tersebut, ada semacam pertarungan’, tidak semata pertarungan produk, tetapi juga pertarungan nilai dan budaya. Jadi, sebagai pembentuk budaya, desain itu sendiri secara inheren membawa nilai yang ingin dikenalkan atau dipromosikan. Setiap kali membeli suatu produk, pada dasarnya seseorang memberikan dukungan terhadap kelestarian nilai yang dikandung oleh produk itu sendiri. Karena itu, para desainer yang menciptakan merek dan produk pada dasarnya bertanggung jawab atas pesan dan visual yang dilihat sehari-hari di sekitar kita. Tanggung jawab itu adalah keseimbangan antara apa yang dicari oleh konsumen dan nilai apa yang mereka yakini dan suguhkan di masa depan. "Di sinilah letak peran strategis para desainer dalam menentukan masa depan. Masa depan seperti bagaimana dan nilai apa yang akan dikedepankan tergantung dari para desainer," kata Menperin. Bangsa Indonesia, dengan ragam entitas budaya yang dimiliki, sangat kaya akan nilai. Sebagai bagian dari identitas bangsa, nilai-nilai tersebut sepatutnya dilestarikan dan bahkan dipromosikan agar dapat penetrasi ke tingkat dunia hingga menjadi budaya global. Untuk itu, keragaman budaya di tanah air harus dapat dimaknai dan dilihat sebagai sumber inspirasi untuk menghasilkan karya-karya. Jika Indonesia mampu melihat ragam kebudayaan sebagai sumber inspirasi, maka RI akan memiliki segudang ide-ide baru yang dapat dituangkan ke dalam berbagai bentuk karya. Dengan mengadopsi kearifan lokal, karakter khas Indonesia dapat tetap terjaga seiring tren lain yang terus bermunculan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memadukan atau mengembangkan desain sehingga karakter, nilai dan budaya lokal tetap hidup dan mampu bersaing di tengah pertarungan nilai dan budaya secara global. Penghargaan tertinggi Sebagai langkah awal memenangkan Indonesia dalam pertarungan nilai dan budaya lewat desain produk industri, Kementerian Perindustrian menggelar Indonesia Good Design Selection IGDS yang bertujuan untuk mendorong penguatan nilai, karakter, dan kualitas produk. Penghargaan yang dihelat setiap tahun sejak 2003 itu, tahun ini memasuki usia ke-18. Dengan mengusung tema "Produk Indonesia Berkarakter", diharapkan para peserta mampu mencerminkan karakter kuat dari berbagai jenis Industri di Indonesia, di antaranya kerajinan, furnitur dan home décor, alat kesehatan dan keselamatan, serta alas kaki dan aksesoris fesyen. Penghargaan IGDS 2021 diberikan atas dua kategori yaitu "Design Product" untuk produk jadi dan "Design Concept" untuk konsep produk. Adalah Freddy Chrisswantra penerima Grand Award kategori Design Product dengan karyanya "Sada". Sada merupakan tempat saji makanan berbentuk bulat yang memadukan material bambu dan kayu jati dengan ukiran khas di bagian penutup. Freddy Chrisswantra penerima Grand Award kategori Design Product dengan karyanya "Sada". ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta Bambu yang berbaris melingkar terinspirasi dari kandang burung yang sangat khas di Indonesia. Freddy melibatkan perajin kayu jati di Jepara dan Bali untuk mengolaborasikannya dengan bambu dari Tasikmalaya hingga menghasilkan bentuk, tekstur warna, dan kesan mewah yang melekat pada "Sada". Lewat "Sada", yang dalam bahasa sanskerta berarti cantik, Freddy ingin mengangkat harkat dan derajat sebuah makanan sebagai wujud rasa syukur atas berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Di bawah bendera PT Bana Andaru Nusantara, Freddy telah memproduksi "Sada" dengan harga jual per buah. Tidak hanya di dalam negeri, Sada juga diekspor untuk memenuhi kebutuhan di beberapa negara. Adhi Nugraha, salah satu juri IGDS menyampaikan bahwa karya Freddy merupakan sebuah terobosan baru terhadap teknis dan material tradisional, yang menjadikannya sebuah bentuk kerajinan kontemporer berkualitas tinggi, dan meningkatkan nilai dari objek tradisi. Sementara itu, seorang Desainer Produk lulusan Universitas Pelita Harapan bernama Sharon Belinda Edwina menerima penghargaan Grand Design untuk kategori "Design Concept" dengan karyanya "Nifitali-tali". "Nifitali-tali" adalah seperangkat perhiasan pria yang menggunakan teknik pembuatan sesuai dengan kalung yang dipakai oleh para prajurit di Pulau Nias. Sharon melihat potensi pada perhiasan nifitali-tali dari Nias, karena proses pembuatannya yang unik dan memiliki kombinasi teknik yang tidak bisa di temukan di perhiasan asal Indonesia lainnya. Sharon Belinda Edwina penerima penghargaan Grand Design untuk kategori "Design Concept" dengan karyanya "Nifitali-tali". ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta Perajin nifitali-tali sendiri sudah hampir tidak dapat ditemukan di Nias. Akhirnya, perempuan 23 tahun tersebut mengembangkan teknik pembuatan nifitali-tali yang lebih mudah agar bisa diproduksi di jaman sekarang, mengingat pembuatan aslinya membutuhkan keterampilan khusus sehingga sulit untuk dipelajari. Selain itu desain yang dibuat untuk mengaplikasikan teknik tersebut juga memiliki desain kontemporer agar dapat menarik perhatian publik. Kemudian, desain memiliki konsep yang merupakan latar belakang dari nifitali-tali agar cerita dibaliknya juga bisa tersampaikan. Sharon berharap, desainnya dapat mendorong kaum pria di Indonesia untuk lebih eksploratif berekespresi melalui apa yang mereka pakai. Salah satu juri IGDS yang juga akademisi Prananda L Malasan mengatakan, "nifitali-tali" sangat tepat untuk mengisi kebutuhan perhiasan bagi pria. Nilai tradisi dari Nias pun berhasil ditrasformasikan dengan sangat baik pada produk perhiasan tersebut. Untuk semakin menggaungkan karya-karya anak bangsa tersebut, Kemenperin akan menerbangkan karya-karya para penerima penghargaan IGDS untuk ikut meramaikan gelaran Golden Pin Design Award 2022 di Taiwan. Dengan demikian, diharapkan Indonesia mampu bersaing dalam pertarungan nilai dan budaya lewat desain produk industri, yang pada suatu saat nanti dapat keluar sebagai pemenang. Baca juga Melalui IGDS, Kemenperin apresiasi pengembangan desain produk industri Baca juga Menperin pacu desainer produk industri nasional raih peluang global Baca juga Industri kecil menengah Jabar dominasi penghargaan Upakarti-IDGS 2020 Baca juga Wapres serahkan Penghargaan Upakarti dan IGDS Tahun 2020Editor Subagyo COPYRIGHT © ANTARA 2021

Barubaru ini, pada bulan April 2022, dentsu International Indonesia telah meningkatkan kepemimpinan kreatifnya dengan mengangkat Andreas, Chief Creative Officer. Andreas, yang melapor kepada Fred
ArticlePDF Available AbstractPemerintah mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Industri Kreatif. Seni pertunjukan, termasuk tradisi lisan yang ada di dalam pertunjukan menjadi salah satu prioritas yang akan dikembangkan agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat pendukungnya. Tujuan tersebut representatif karena masyarakat Indonesia memiliki beragam seni pertunjukan dan sastra lokal yang apabila dikelola dengan baik bisa menjadi penopang munculnya ekonomi kreatif. Banyuwangi, misalnya, memiliki beragam seni pertunjukan dan tradisi lisan, seperti syair­ syair gandrung, lagu­lagu dalam pertunjukan angklung, cerita rakyat jinggoan, dan tradisi wangsalan dan basanan. Sampai saat ini, dinas terkait di Banyuwangi belum dapat membuat kebijakan yang mampu mendukung terciptanya pola pikir, sistem, dan praktik industri kreatif berbasis lokalitas dan tetap mengedepankan karakteristik nilai­nilai kultural yang ada. Untuk itu, tulisan ini bertujuan mengembangkan model industri kreatif berbasis sastra lokal dan budaya Using. Dengan metode etnografis dan analisis yang menggunakan pendekatan cultural studies, model tersebut diharapkan mampu mengembangkan industri kreatif di wilayah lokal. Abstract The Indonesian government announced the year of 2009 as the Creative Industry Year. Performing art, including oral tradition existing in performance, has become a priority which will be developed to improve the prosperity of its supporting community. This goal is representative because Indonesian people have various performing arts and local literature which, if well managed, will support the creative economy. Banyuwangi, for instance, has various performing arts and oral tradition, such as gandrung poems, songs in angklung performance, jinggoan folklores, and traditions of wangsalan and basanan. To date, the relevant services of Banyuwangi government have not been able to make policies able to support the creation of creative industry pattern of thinking, system, and practice which are locally based and keep on proposing the characteristics of existing cultural values. Therefore, this article is aimed at developing a creative industry model based on Using local literature and culture. By using ethnography method and cultural studies approach, the model is expected to be able to develop the creative industry in the local area. Key Words local literature; Using culture; creative industry; revitalization Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. SASTRALOKALDANINDUSTRIKREATIFREVITALISASISASTRADANBUDAYAUSING1LocalLiteratureandCreativeIndustryRevitalizationofUsingLiteratureandCultureNoviAnoegrajektiJurusanSastraIndonesia,FakultasSastra,UniversitasJemberJalanKalimantan37Jember,Pos‐el regional, khususnya Banyu‐wangitidakhanyaterjadipadamasape‐merintahan sekarang. Sejak 2000—2005, bupati Samsul Hadimendeklarasikan JenggiratTangiseba‐gaisebuahgerakankebudayaanpenegu‐han identitas Using sebagai masyarakatlokal. Bupati Ratna Ani Lestari 2005—2010 dengan gerakan HijoRoyoroyo,dan bupati Abdullah  2010—sekarang183 ATAVISME,Vol. sember201dengan TheSunRiseofJava.Ketigage‐rakan tersebut memperlihatkan bagai‐mana pimpinan daerah mengekspresi‐kan daya dalam ta aran16,No.2,EdisiDe 3183—1 18493 segera berubah menjadi sesuatuyangeksotisbagiorang bu t po‐litis.Kebijakan JenggiratTangi diputus‐kanmelaluiSKbernomor173tertanggal31 Desember 2002 yang menetapkan“bahwa dalam rangka mendorong tum‐buhnya semangat ikut serta memilikidaerah dengan segala kebudayaannya,yang pada gilirannya akan mampu me‐ningkatkan pembangunan di bidang ke‐pariwisataan, maka perlu adanya upayameningkatkanpromosipariwisatadiKa‐bupatenBanyuwangi.Tampak dari kon‐sideran,dua arti pentingproyekpeman‐faatan gandrung sebagai maskot. Pertama, gandrung dianggap sebagai wakilataurepresentasibudayadaerahBanyu‐wangi.Kedua, gandrung dipakai sebagaikomoditiuntukmenarikpariwisata.Posisi gandrung sebagai tanda dae‐rah Banyuwangi tersebut mengalahkantanda yang sudah berumur puluhan ta‐hun, yakni patung ular berkepala gatot‐kacayangterpajangdibanyaktempatdikota Banyuwangi termasuk di depankantor kabupaten dan pendopo tempatbupati berdomisili. Tanda ini juga telahtersosialisasi ke dalam kehidupan ma‐syarakatdanmenjadiaksesoridiataspi‐gura gong gandrung Anoegrajekti,200775.Keseniangandrung  yangbagiorang Banyuwangi merupakan bagiandarikehidupansehari‐haridan ciri khasmereka,ketikamenjadi promosi pariwi‐sata, 2Proyek pemanfaatan gandrung se‐bagai maskot pariwisata Banyuwangiadalah bagian dari proyek JenggiratTangi, sebuah proyek politik yang di‐maksudkan untuk mendorong kebang‐kitandaerahdanmasyarakatnya.Selainpemaskotan gandrung, proyek ini jugamencanangkan beberapa kegiatan yanglain, seperti sehari berbahasa Usingsetiaptanggal18Desembersetiaptahunbersamaandenganhari ulang tahunBa‐nyuwangi, sepekan berbusana Using18—25Desember,danpenerbitanma‐jalah berbahasa Using. Khusus untukyangpertamadankeduahanyaberlakubagi setiap pegawai negeri maupunswastadiseluruhBanyuwangi.ProyekpolitikJenggiratTangi,yangdideklarasi‐kan pada 18 Desember 2002 ini, cukupsemarak terutama dengan pajangan‐pa‐jangan billboardbesar kecil bertuliskanJenggiratTangidibanyaktempatstra‐ dari proses elit semata, me‐lainkan juga bagaimana identitas Usingjikadikaitkandenganresponmasyara‐katdalamrealitaskekinianyangmenun‐jukkankemajemukan.Penegasanidenti‐tasUsingdanberbagaiupayakonservasigandrungberaturanbaku,baikmelaluiregulasimaupunsosialisasitersebut, se‐laindianggap kontroversi olehkalanganpolitisi, juga berlawanan dengan kenya‐taan bahwa pertunjukan gandrung bu‐kansajatidakmempertimbangkantra‐disid Uanidentitas singtetapitelahmen‐jadipasar,terbuka,dan gandrung saat ini me‐nunjukkan bahwa kesenian ini telahmengalami perkembangan yang sangatjauhseiringdengandinamikakomunitasUsingitu sendiri.Pertunjukan gandrungseperti halnya kesenian tradisi lain, bu‐kan saja menjadi profan dan murni hi‐buran melainkan juga berinteraksi dansaling memengaruhi dengan kesenian‐kese nianlaintermasukdengankesenianpopulersepertidangdut.SelainkesenianGandrung,masyara‐katUsingdiBanyuwangi memiliki bera‐gamsenipertunjukandantradisilisanyang sampai saat ini masih eksis, misallagu‐lagu dalam pertunjukan angklung,ceritarakyatdalamjinggoan,dantradisiwangsalandanbasanan.Sastralokalda‐lam seni pertunjukan tersebut RevitalisasiSastradanBudsebenarnya bisa menjadi penopang pe‐ngembanganindustrikreatif.Sampaisa‐atini,dinasterkaitdiBanyuwangibelumbisamembuatkebijakanyangbisamen‐dukungterciptanyapolapikir,sistem,dan praktik industri kreatif berbasis lo‐kalitasdantetapmengedepankankarak‐terisailagudansinema og afi,ke ajinan,dandesain.Tomic‐Koludrovic & Petric 2005menjelaskan bahwa era kontemporermenunjukkan kecenderungan lahirnyabeberapaistilahterkaitkreativitas,yakni“kota kreatif”, “kelompok kreatif”, “eko‐nomi kreatif”, “kelas kreatif”, “pekerjapengetahuan”,maupun “kelasberpengetahuan”yang semua itu lebihsesuaidibicarakandalamduatermauta‐ma industrikreatifdanekonomikreatif.Artinya, berdasarkan pengalaman nega‐ra‐negaraEropaTenggara,industrikrea‐tifyangbisamengembangkandanmem‐berdayakan kreativitas individual mau‐pun kelompok masyarakat, pada dasar‐nya,bisamendorongdan mengembang‐kanekonomi kreatif;sebuah sistemdanprakya...NoviAnoegrajekti185tik nilai‐nilai kultural yang adaAnoegrajekti,2010.Tulisan ini bertujuan untuk menje‐laskanbagaimanaindustrikreatifberba‐sissastralokaldanbudayaUsingdikem‐bangkan.Denganmetodeetnografisdananalisis culturalstudies, model tersebutdiharapkanmampumengembangkanin‐dustrikreatifdiwilayahlokal.TEORIIndustri kreatif merupakan salah satukonsep yang paling banyak diperbin‐cangkandi kalangan akademisimaupunpembuat kebijakan akhir‐akhir ini. Ke‐tika peningkatan industri dan ekonomiberbasis sumberdaya alam semakinmendapattantangan karena keterbatas‐an bahan, industri kreatif berbasis pe‐ngetahuan dan talenta kreatif menjadipilih aan paling masuk kal untuk meng‐gerakkanekonomi.Konsep industri budaya merujukkepadaindusriyangmengkombinasikankreasi,produksi,dankomersialisasikon‐ten‐konten kreatif yang bersifat intangibledan kultural. Konten‐konten terse‐but secara tipikal dilindungi oleh copyrightdanbisaberbentukindustribarangmaupun jasa. Industri budaya secaraumumberbentukpercetakan,penerbit‐andanmultimedia,audio‐visual,pro‐duks t r rtik ekonomi yang lebih mendasar‐kankepadakreativitasdanpengetahuan.Industribudayamemanglebihdi‐gerakkan oleh para pemodal/perusaha‐an besar yang mencari keuntungan me‐laluisistemindustribudayadengancaramemproduksi dan mendistribusikanproduk budaya secara nasional ataubahkaninternasionalyangdidalamnyaterdapat keseluruhan organisasi yangterlibat dalam proses penyaringan pro‐duk‐produkdanide‐idebaruyangber‐asal dari personel kreatif yang beradadalam level subsistem Granham dalamSariono,etal, 2009. Sementara,konsepindustri kreatif menekankan pada ting‐katanyanglebihluasdariaktivitasyangtermasukdidalamnyaindustribudayadan semua produksi kultural atau artis‐tik, baik yang bersifat liveseperti senipertunjukan maupun yang diproduksiolehunit‐unitindividual.Maka,industrikreatif secara umum mencakup penye‐diaanprodukataujasayangjugamemu‐atelemen‐elemensubstansialdariusahakreatifdanartistik.METODESebagaipersoalankebudayaan,sastralo‐kaldanindustri kreatif dalam kaitannyadengan revitalisasi sastra dan budayaUsing dikaji secara etnografis denganmemusatkan perhatian pada sistem pe‐ngetahuan yang dimiliki subjek dan ba‐gaimana pengetahuan itu diorganisasi‐kan untuk menentukan tindakan. Selainitu, metode etnografi digunakan untukmenemukan bagaimana masyarakat ATAVISME,Vol.16,No.2,EdisiDesember20mengorganisasikanbudaya dalam pikir‐anmerekadankemudianmenggunakanbudaya tersebut dalam kehidupannya.Pendekatanini lebih bersifatholistik‐in‐tegratifdalamrangkamendapatkannative’spointofview.Data primer maupunsekunderakandikumpulkandenganwa‐wancara mendalam indepthinterview,pengamatan terlibat participantobservationdanpelacakan dokumen tertulis.Spradley 1997118; Barker, 200027menyebut analisis etnografi sebagai pe‐meriksaan ulang terhadap catatan la‐panganuntukmencarisimbol‐simbolbudaya yang biasanya dinyatakan de‐nganbahasaaslisertamencarihubung‐an antarsimbol. Metode interpretasi di‐pergunakan untuk mengakses lebih da‐lam terhadap berbagai domain yang di‐alamiahkan dan aktivitas karakteristikpelakuyangditelitiSebuahanalisisetno‐grafis, seperti yang dikatakan Spradleyberangkatdarikeyakinanbahwase‐orang informan telah memahami se‐rangkaian kategori kebudayaannya,mempelajari relasi‐relasinya, dan me‐nyad m h ng13183—1 18693merepresentasikan Using, bahkanBanyuwangi.Identitas kultural selalu dikaitkandenganhibriditasdandiaspora.MenurutHall 1997; Melani, 200538 identitasbukanlah esensi, melainkan sejumlahatribut identifikasi yang memperlihat‐kan bagaimana kita diposisikan danmemposisikan diri dalam masyarakat,karenaaspekbudayadankesejarahanmerupakan keniscayaan. Hall menekan‐kan bahwa identitas sebagai suatu pro‐duksi yang tidak pernah tuntas, selaludalamprosesdanselaludibangundalamrepresentasi.Identitastidak bersifatsta‐tis, selalu dikonstruksikan dalam ruangdan aktu, serta bersifat kompleks danmajemuk.ari atau engetahui ubu an de‐ngankeseluruhannya.Identitas menurut Hall 1993menghubungkan representasi denganpolitik.  Politiklah yang membuat kartupos pemandangan dan penari Bali bisadianggapmerepresentasikanBali.Halinidapat diidentikkan bahwa politik kebu‐dayaanyangdapatmembuatsastralokaldalamsenipertunjukanBanyuwangida‐patwHASILDANEMBA ASANSiapaOrangUsing?Masyarakat Using adalah pendudukawal Banyuwangi dengan klaim sebagaietniktertentuyangditandaiduahal.Per‐tama, mengalami sejarah penindasandan penaklukan yang panjang oleh ke‐kuatan‐kekuatan politik Majapahit, De‐mak,Buleleng,danBelanda,bahkanJa‐wakontemporermemarginalisaside‐ngan stereotipe dan stigma. Oleh sebabitu,populerdikalanganelitemerekase‐buah ungkapan resistensi ”bukan Jawadan bukan pula Bali” dari segi bahasamaupun adat‐istiadat. Kedua, dalam se‐jarahnya yang panjang pula, mereka te‐lah mengalami kehidupan bercampurdengan etnis‐etnis lain yang berdatang‐andariberbagaidaerahdiJawa,Madura,Bali,danSulawesiSelatanbaikbersama‐an dengan pembukaan perkebunan Be‐landadiawalabadke‐20maupundima‐sasesudahnya. Dalam konteks kehidup‐anekonomidanpolitik,komunitasyangsebagianbesarbermatapencaharianpe‐tani ini tampak menempati posisi pojokyangP Haksesnyaterhadapsumber‐sumberekonomidankekuasaanrelatiflemah.Mayoritas mereka beragama Islamsinkretikdan hanyasebagiancenderungmenjadi Islam ortodok‐puritan, tetapijustruyangterakhiritulahyangmem‐perlihatkan otoritas lebih kuat. Sepertihalnyakesenian‐keseniantradisiditem‐pat lain, gandrung merupakan kesenianyang didukung dan dimiliki oleh danmenjadi bagian penting dari hidup dankehidupan komunitas Using Banyu‐wangi.Sebuah komunitasetnik yangdi‐kenal sebagai penduduk paling awaldaerah itu dan sekarang menyebar di RevitalisasiSastradanBudbeberapakecamatanbercampurdengankomunitas lain seperti Jawa, Madura,Bali, angaya... CirikhaskarakteristikbudayaUsingyang menonjol adalah sinkretis, yaknidapat menerima dan menyerap budayamasyarakat lain untuk diproduksi kem‐balimenjadibudayaUsingSingodimayan,1999.Selainitu,budayaUsingjuga akomodatif terhadapkekuat‐ansupranatural,gaib,danmagis.Haliniterlihat dalam sinkretisme agama Islamdengankepercayaananimisme‐dinamis‐me yang terakumulasi dalam keyakinanterhadapdhanyang, seperti dalam ritualSeblang, Barong, dan Kebo‐keboan. Se‐dangkansinkretisme dalam dimensi ke‐senian tampak dalam seni Hadrah Kun‐tulan yang memadukan seni Islami de‐ngan anggapan tabu penari perempuanSaputra,201130.NoviAnoegrajekti187dan etnik pendatang lain yjumlahnyasangatkecil.Masyarakat Using mempunyai pe‐ngalaman sejarah yang berbeda dengankomunitas‐komunitas lain di Banyuwa‐ngiterutamaberkaitandengankekuatanpolitikkerajaandimasalalusepertiDe‐mak,Mataram,danBuleleng.Merekase‐lalu menjadi objek penaklukan baik un‐tukkepentinganperluasan wilayah, mo‐bilisasikekuatanmassa,kekuataneko‐nomi, maupun pengaruh kultural yangsemua itu diperlukan oleh kerajaan‐ke‐rajaanbesartersebut.Sebuahpengalam‐an sejarah yang membentuk sistem bu‐daya Using yang kini mengakar dan di‐artikulasi dalam kehidupan sehari‐haribaik dalam kehidupan kolektif sesamamerekamaupun dalam interaksinya de‐ngankomunitaslain. Sebagai komunitasyangtidakekslusif,masyarakatUsingberinteraksi secara intensif dengan ko‐munitas‐komunitas lain di Banyuwangibaik dalam kehidupan sosial politik,ekonomi,maupunbudaya.Suatupe‐ngalaman interaksi yang memengaruhisistemnilai dan tatananhidup yangadaataubahkanmelahirkanyangbaru.Dalam hal kepribadian, karakteris‐tikorangUsingberbedadariorangJawa.Menurut Singodimayan kepribadianorangUsingtidakbersifathalus atau to‐leransepertiorangJawa,melainkanber‐sifataclak,ladak,danbingkak.Aclakber‐artisokinginmemudahkanoranglain,atau sikap yang memosisikan diri seba‐gai sok tahu. Ladaksikapyangmenun‐jukkan kesombongan dengan cara ber‐canda. Sedangkan bingkakberartiacuhtak acuh dan kurang peduli. Karakteris‐tik ini pun berlanjut pada penggunaanbahasapergaulanyangseringmenggu‐nakankata‐kata ABCasu, babi, celeng.Penggunaankatatersebutbukansebagaikemarahan melainkan sebagai relasipersahabatan.SyairdalamPertunjukanGandrungdanAngklungRepresentasiIdentitasUsingAntusiasme birokrasi dan seniman‐bu‐dayawan Dewan Kesenian Blambanganyangmeningkatsejaktahun 2000 mem‐buatpertarunganberbagaikekuatanter‐hadapgandrungsemakinseru.Gan‐drung, dalam pandangan kelompok inimerupakan kesenian yang mengandungnilai‐nilaihistoriskomunitas Using yangterus‐menerusadadalamposisitertekansecarastrukturalmaupunkultural.Seni‐man dan budayawan Dewan KesenianBlambangan memperlihatkan penegas‐annyabahwagandrungadalahrepresen‐tasiidentitasUsingyangtertekandanmelawan. “Pertunjukan gandrung tidaklainadalahgambaranperlawanankebu‐dayaansebuahmasyarakatUsing.Per‐lawanan terhadap berbagai ancaman,baikyangbersifatfisikmaupunpencitra‐annegatif yangberulang kaliterjadi da‐lam kesejarahan masyarakat Using.”Singodimayan,etal,2003.Merekaper‐cayadanselalumengkampanyekanbah‐wapertunjukangandrungsebelumkese‐nianitumemasukimasavakumditahun1966 sering disebut merupakan ATAVISME,Vol.16,No.2,EdisiDesember20ungkapansejarahpenindasandanperla‐wanan komunitas Using. Bahkan untukmelestarikangandrungsepertiitumere‐ka memproduksi berbagai regulasi danupaya‐upayasosialisasisepertipelatihanpenarigandrungsecarareguler,danfor‐malisasi tradisi merasgandrung. Secaraeksplisit,berbagaiupayakonservasi tra‐disi itu mereka ungkapan untuk “me‐nam13183—1 18893dicatatdandidokumentasidalamingatandanhafalangenerasiberikutnya.Selainsyairtradisiyangpakem,sya‐ir kontemporer Using banyak ditemuidalamseni KendangKempulantaralain“UlanAndhung‐andhung”,“KembangPe‐thetan”, “Gelang Alit”, “Kantru‐kantru”,“CemengManggis”, “LancingTanggung”,dan “Lali‐lalian.” Sedangkan syair‐syairklasikUsingbanyakdimanfaatkandalamgending‐gending ritual dan juga diman‐faatkansebagaipropagandasimbolikda‐lam gerakan perjuangan melawan kolo‐nial, seperti “Padha Nonton”, “SeblangLukipilkan identitas Using” di tengahpertarunganyangsemakinglobal.Sejumlah seniman‐budayawan baikdi Dewan Kesenian Blambangan mau‐pun masyarakat memandang bahwa la‐gu“PadaNonton”mengandungpesan‐pesan perjuangan rakyat Blambangan.FatrahAbal menerangkan bahwadalamtampilanyang paling ekplisit lagu terse‐but adalah irama vokal untuk memberipenghormatan kepada tamu, tetapi jugasecara simbolis mengandung maknaperjuangan. Tim dari Yayasan Kebuda‐yaan Banyuwangi5 berpendapat bahwa“Pada Nonton” adalah sebuah sindiranterhadap pembuatan jalan tembus keBanyuwangi menyambung jalanDeandels yang berujung di Panarukan,atau peristiwa pembuatan terowongankereta api Merawan yang mengakibat‐kanr lambanganakyatB harusmenerimakerjapaksa.Bahkan ada juga yang menafsirkantentang para pembesar yang mengham‐burkan hawa nafsunya dengan para pe‐rempuan Blambangan. Oleh karena itu,menurutFatrahAbal,“PadaNonton”bu‐kansaja dipandangsebagai sebuahlaguyang dinikmati tetapi juga merupakansejarahperjalananmasalaluorangUsingyang nta”,“SekarJenang”,dan“KembangPepe.”Gandrungtampaknyamemangsulitmelepaskan dari perhatian pihak luar.Beberapakekuatanyangbertumpupadadukungan massa seperti partai politikselalu merengkuhnya. Pada dasawarsa50‐an ketika pertarungan antarpartaipolitik sangat ramai dan meluas, gan‐drung diperebutkan terutama oleh Par‐taiKomunis Indonesia PKI melalui or‐gannya, Lembaga Kebudayaan RakyatLekradanLembaga Kebudayaan Nasi‐onalLKNmilikPartaiNasionalIndone‐siaPNI. Gandrung,seperti halnyaang‐klung,dimanfaatkanolehLekramaupunLKN untuk memobilisasi massa pendu‐kungnya masing‐masing secara terusmenerus, tidak hanya ketika partai‐par‐taiitumemerlukandukunganpraktisse‐pertiPemilusebagaimana kecenderung‐anpartaipolitiksekarang.CengkeramanLekra terhadap gandrung mengharus‐kankesenianini untukselalumelantun‐kansecararutinlagu‐laguyangdiklaimsebagai“cirikhas”nyasepertilagu“Gen‐jer‐genjer”.Justru karena itulah, gandrung di‐identifikasidengan Lekrayang komunisdansejakperistiwa1965terkenalarang‐an pentas, bahkan lagu‐lagu yang biasadidendangkannya tidak boleh dikuman‐dangkan,dantariannyapunmenjaditer‐larang.Hampirtujuhtahunsejakperisti‐watersebutpentasgandrungtidakterli‐hat di Banyuwangi. Para seniman gan‐drungyangdikategori komunisdibunuhatau menjadi tahanan politik dan mere‐kayangbukankomunistidakberanime‐mentaskannya. Seluruh warga masyara‐katBanyuwangiketakutanuntukme‐mentaskan kesenian ini karena cap ko‐munis. RevitalisasiSastradanBudGandrungmunculkembalipadada‐sawarsa tahun ’70‐an, bersamaan de‐ngandimulainyaproyekRevitalisasi Ke‐budayaanDaeraholehDepartemenPen‐didikandanKebudayaan,sebuahproyekyangdirancangdandikerjakansecarasistematis dalam bentuk penelitian,penggalian, inventarisasi, dokumentasi,pembinaan,pelatihan,dansertifikasiter‐hadapsetiapkeseniandaerahdalamke‐rangaya... etnik melalui ek si k ian se‐pertigandrungFatrah Abal dan HasnanSingodimayan keduanya budayawanBanyuwangi menceritakan bahwaDjoko Supaat Slamet memberikan pelu‐angbagiseniman‐senimanLekraBanyu‐wangi seperti Andang CY budayawandanpencipta lagu, SlametMenur,  danEndroWilisyangmasihhidupdanmen‐dorongmerekauntuktetapberkaryadengancatatantidakmenyebarkanpa‐ham komunisme. Baik Andang, Slametkoreografer, Endro Wilis pencipta la‐gumaupunBasyirpenciptalagusam‐paikinimasihberkaryasenidandiakuiolehpublikdiBanyuwangitanpa diskri‐minasi. Bahkan Slamet pada akhir 2004berhasil mereproduksi lagu‐lagu yangpada60‐an diklaim sebagaikarya Lekradan sajak tahun 1965 tidak dikuman‐dangkansepertiAngklungSorenCepMenengo,Rantag,Emasemas,Sekolah,danPadhaNginangciptaanMoch.AriefdanEndrNoviAnoegrajekti189kapemantapanintegrasidansta‐bilisasipolitik dan Samsul Hadi 2000—2005,berperansangatpenting dalam menghi‐dupkankembaligandrung dan kesenianUsinglainyangtampakmulairedupolehberbagaifaktor, antara lain desakan do‐minasi budaya tertentu dan modernitastermasuk budaya pop yang merambahBanyuwangi.TerutamaSamsulHadi,bu‐pati 2000—2005, menjadi agen palingpentingdalammerepresentasikanUsingditengah‐tengah pergaulan kebudayaandan spre esen.o Wilis, keduanya seniman ang‐klungkelompokLekra.Selainpertunjukangandrung,syair‐syair Banyuwangi juga berkembang le‐wat kesenian angklung sejak tahun1940‐an. Melalui grup Angklung SriMudadangrupangklungyanglain,tem‐bang‐tembang Banyuwangenmulai po‐puler.Kemunculangrupmusikangklungmulaimarakdan hampir terdapatdise‐luruh desa di Banyuwangi. MenurutAndangCY,“DuluSriMudaitusangatdi‐gemarimasyarakat.Hampirdisetiapde‐saada.Nah,darisitulagu‐laguditampil‐kanmelaluisenisuaradansenitari.”Peristiwatahun1965dankebijakanpolitikOrdeBaruterhadapkesenianrak‐yat rupanya berimplikasi sangat luas dikalangan masyarakat hingga di lapisanpalingbawah.FatrahAbal,Hasan Basri,dan Hasnan Singodimayan melukiskanbahwasejakperistiwa yang menggeger‐kanituseluruhmasyarakatBanyuwangitidak mau mementaskan gandrung danmendendangkan lagu‐lagu Banyuwangen dengan berbagai alasan. Di antaraalasan tersebut adalah ketakutan danmenganggap bahwa kesenian maupunlagu‐lagu itu adalah komunis, meskipunsebelumnyamerekamenjadipenggemardanpenontonsetianya.Itulahsebabnyamengapa Fatrah Abal bersikukuh mere‐kam lagu‐lagu ciptaannya dengan iring‐anorkesmelayudanmeragukanimbau‐an Supaat untuk mempergunakan ang‐klungsebagaipengiringnya.Dorongan dan kebijakan politik lo‐kal Djoko Supaat Slamet membangkit‐kankesenian Banyuwangenmemangsa‐ngat penting dalam sejarah gandrunghingga digemari kembali oleh masyara‐kat Banyuwangen, tetapi beberapa ke‐cenderungan sosial dan politik baru didaerah itu juga ikut menentukan peru‐bahan tersebut. Dari kasus‐kasus mikroterlihat, seperti dituturkan Hasan Basri,seorang Guru SMPN 1 Banyuwangi, ATAVISME,Vol.16,N ,EdisiDe ber201bahwa rekaman lagu‐lagu kendangkempulo.2 sem 3183—1 19093LagudalamSeniPertunjukandanIndustriKreatifRevitalisasiHibridPotts & Cunningham 2008 menawar‐kanempatmodelterkaitsistemdanme‐kanismeindustrikreatif.Pertama,modelkesejahteraanmerupakanjejaringpeng‐gerak pada sektor ekonomi, meskipunmembutuhkanbiayabesar,yangmampumemberikankontribusi menyeluruh ba‐gipeningkatankesejahteraansecarapo‐sitif. Dengan model ini, industri kreatifmelibatkan proses produksi komoditasdengan nilai kultural tinggi, namunmenghasilkannilaipasarrendahataubi‐sa kurang menguntungkan. Untuk bisamemastikankesejahteraandalamkondi‐si demikian, dibutuhkan kebijakan ne‐garayangdipusatkankepadapengaloka‐sian kembali pendapatan dan sumberdayaataupengendalianhargaagarbisamelindungi aset kultural berharga. Ke‐dua,modelkompetisi mengabaikannilaikulturaldariprodukyangdihasilkanin‐dustrikreatifkarenamerekapadadasar‐nya hanya “industri” yang membutuh‐kan kompetisi dan pasarlah yang me‐nentukan baik‐buruknya. Segala keun‐tunganyangbisameningkatkankesejah‐teraan para kreator atau seniman/watidiperoleh dari kompetisi pasar. Ketiga,model pertumbuhan mengidealisasi re‐lasiekonomipositifantarapertumbuhansektorindustrikreatifdansektorekono‐misecara umum.Artinya, industrikrea‐tif mampu memperkenalkan ide‐ide ba‐ruyang bisa mempengaruhisektor‐sek‐torlainatauindustrikreatifbisamemfa‐silitasiprosesadopsidanpenguatanideatausertateknologibarudisektorlain.Keempat,modelinovasimengasumsikanindustrikreatifmampumemunculkandanmengkoordinasikanperubahaneko‐nomiberbasis pengetahuan. Signifikansiindustri kreatif bukanlah pada kontri‐busirelatifterhadapnilaiekonomi,teta‐pikontribusimerekabagikoordinasiideatauteknologibaru,sehinggaikutpulamempengaruhiprosesperubahan.Keha‐diran rnet, misalnya, mdi Genteng yang memadukanirama gandrung dan kasidah,menonjolkan lirik‐lirik bahasa agamaIslam, dan mempergunakan bahasaUsing membuat orang Banyuwangibersedia menerima kembali lagu‐laguBanyuwangi.Hal itu diperkuat oleh Golkarisasiyangsaatitumerasuksampaipedesaan.GolkarisasidiBanyuwangidanmungkinjugadidaerahlain,sangatmemengaruhiorang Banyuwangi dalam mempertim‐bangkan banyak hal dari sudut agamaataudengankatalainmengurangikon‐sentrasi berpikir tentang purifikasi danortodoksiagama Islam. “Golkarisasidisini berarti sekularisasi dan memenga‐ruhi semua aspek keberagamaan orangBanyuwangi,”jelas HasanBasri. Dengandemikian,jikawaktuituorangBanyu‐wangimenolak lagu‐lagu Using yangdi‐klaim sebagai komunis hanya karenabertentangandengan agama, makaketi‐ka konsentrasi tentang purifikasi pudar,orang Banyuwangi menerima kembalilagu‐ Using dan tidak memperten‐tang adenganagama.lagukanny inte enghadirkanbanyakperubahanmodel Banyuwangen kontemporertahun 2000‐an mengkaji strategi paramusisi Banyuwangi dalam mengemaskekayaan lagu daerah dengan nuansamusik modern sehingga menghasilkanprodukbernuansahibrid.Hampirsemualagu dalam pertunjukan Gandrung da‐lam versi apapun disco, dangdut, danremixbanyakdijualdikios‐kioskaset.Disampingitu,lagu‐lagugandrungjugater‐sedia lagu‐lagu JangerJinggoan,Kuntulan,danAngklung.Sampaisaatini,lebih dari sepuluh perusahaan rekamantelahberoperasidiBanyuwangi,sepertiAnekaSafariRecord,SandiRecord,KatulistiwaRecord, ScorpioRecord, danGemini Record. Hampir pasti RevitalisasiSastradanBudperu e duk‐silag aya...asi modernitas masyarakat anyu‐wangi.Aspek penciptaan menjadi sangatpentingdalamindustrikreatif,untuk ituada beberapa model dalam pengem‐bangannya, pertama, menekankan padarevitalisasi tradisi lokal yang menjadiinspirasi penciptaan lagu‐lagu yangmengambil dari syair‐syair klasik ritualseblangdan gandrung; kedua, memadu‐kanlagu‐lagudalam keseniantradiside‐ngan pertunjukannya, seperti gandrung,jinggoan,danangklung, dan ketigalebihmenekankan pada eksplorasi keinginanpasardengantetapmentransformasike‐lokalan. Beberapa model ini diharapkanmampu menjadi dasar berkembangnyaekonomi kreatif bagi penggiat seni danmasyarakatBanyuwangi.NoviAnoegrajekti191sahaankasettersebut m mprou‐lagu tradisiBanyuwangi.Musik dengan lagu‐lagu disco, kendangkempul,danpatrollebihbanyakdi‐terima banyak kalangan. Menurut pe‐ngakuan Ahmad Ahyani, sekitar tahun2000,diameramu musik tradisidenganwarna musik yang lain. Dalam albumKangenBanyuwangi,DiscoEthnic2000GandrungTemumenyanyikanlaguyangberjudul“OjoCilikAti”dalamversidisco.“Inibagiandarimenciptakanselerapasar,” ungkapnya. Di luar dugaan, al‐bum tersebut mendapat sambutan luarbiasa dari masyarakat. Dalam sebulan kaset yang diproduksi terjualQomariah,2008108.BahkanbeberapalaguyangdiedarkanolehAnekaSafarihingga pertengahan tahun 2005 seperti“Layangan”, “Tetese Eluh”, “Semebyar”,dan“TelongSegoro”mampumenembusangka masih tetap berlangsung. Halinimenunjukkan peredaranyang cukupfantastis untuk ukuran album yangdiedarkanditingkatlokaltanpapromosibesar‐ Rekaman dalam format ca‐kram digital CD, di satu sisi, menjadimedium baru bagi para musisi untukmasuk ke dalam dalam jagat industrimodern. Di sisi lain, format tersebutmenjadi siasat para musisi Banyuwangiuntuk terus menegosiasikan budaya lo‐kalBanyuwangi di tengah‐tengahtrans‐form BSIMPULANSyair‐syair dalam seni pertunjukan tra‐disidannilai‐nilaisimboliknyadiperjual‐belikandipasarmeleburdalamkomodi‐fikasisimbolikkekuasaan.Sifatidentitasyang constructeddan kontekstual  me‐nyebabkan representasi identitas tidakpernahtunggaldanstatis.Haliniterbacadalam syair‐syair dalam pertunjukanGandrung, Angklung, dan Jinggoan.Identitas Using yang ditegakkan dengankonservasitradisidalamsetiappertun‐jukan akhirnya lebih berbentuk proyekpolitik yang diciptakan dalam kontekspergulatanpolitikdanekonomidiBanyuwangi.  Dalam berbagai ekspresilintasbudaya,perebutankepentinganlo‐kal, nasional, dan global berkontestasidan terus saling berinteraksi secara di‐namis untuk diartikulasikan sebagai ge‐rak kebudayaan. Lagu “Pada Nonton”,“Sekar Jenang”, yang wajib dibawakansaatJejerGandrungtiba‐tibamengalamireproduksi makna ketika lagu tersebutmulai direkam, dipasarkan, dan diper‐dengarkan setiap saat. Sebagai sebuahproduk,budayabarumerupakanbentukperpaduan dan harmonisasi yang dicip‐takanmelaluikebijakan pemerintah dankapitaldalammempertemukanmodern‐itas danlokalitas dalamruang negosiasiyangterus‐menerus.1. Artikel ini disunting dari makalah yang ber‐judul“SastraLokaldanIndustriKreatifRevi‐talisasiSastradanBudayaUsingBerbasisLo‐kalitas” yang saya presentasikan pada “Se‐minar Nasional Bahasa dan Sastra” tanggal ATAVISME,Vol.16,No.2,EdisiDesember2013183—19319212—13September 2012, di Badan Pengem‐bangan dan Pembinaan Bahasa, Kementeri‐anPendidikandanKebudayaan.2. Proyek‐proyekpariwisatadisetiapdaerahdiIndonesia selalu berkaitan dengan alam, et‐nik, dan kebudayaan. Selanjutnya lihat, an‐taralain Logman, 1994; ValeneSmith,”Introduction”, dalam Valene I Smithed. HostandGuestsTheAnthropologyofTourism USA Universitas of Pennsylvaniapress,1977.3. Dengan tekanannya pada penonjolan Using,proyekinimendapatbanyakkritikdanmen‐jadibagiandaripertarunganpolitikdiBanyuwangi.Proyekinidipandangterlalumemihak pada salah satu etnis Using yangberartitidaksesuaidenganpluralitasetnisdiBanyuwangi.4. Selanjutnyalihat,makalah“PatungGandrungdanUlarBerkepalaGatotKacaMitos,Pem‐bongkaran Tanda, dan Representasi Identi‐tas Using,” dalam Prosiding Seminar Nasio‐nal Semiotik, Pragmatik, dan Kebudayaan,Depok Departemen Linguistik FIBUniversitas Indonesia, 30 Mei 2012, hal.295.5. Selanjutnya lihat “Upaya Pelestarian Keseni‐anGandrungBanyuwangidieraGlobalisasi”,makalah oleh Tim Yayasan KebudayaanBa‐nyuwangi, disampaikan pada Seminar HaribJadi dan Ke udayaan Banyuwangi, ProspeksertaPengembangannya,21April1994.6. Selanjutnya lihat Novi Anoegrajekti “Keseni‐an Using Resistensi Budaya Komnitas Ping‐igir” dalam Keb jakan Kebudayaan, JakartaPMBLIPI,2001.7. Tenaga kreatif yang terlibat dalam prosesproduksi dan distribusi sekitar 15 orang te‐naga tetap, sementara yang freelanceArieSandi tidak mencatatnya, karena silih ber‐ganti datang dan pergi,  khususnya yang ter‐libatdalamaransemen musik. Data tersebutbelum yang termasuk jumlah mereka yangbekerjadiAnekaSafariRecorddanKhatulistiwaRecord.Datatersebutmenun‐jukkan bahwa industri kreatif musik di Ba‐nyuwangi mempunyai potensi untuk meng‐gerakkan ekonomi kreatif karena mampumenyerap tenaga kerja dan bisa menum‐buhkan modal lokal. Selanjutnya lihat, AgusSariono, dkk. “Rancak Tradisi dalam GerakIndustri Pemberdayaan Kesenian Tradisi‐Lokaldalam Perspektif Industri Kreatif”, La‐poran Penelitian Jember UniversitasJember,2009,hlm.131.8. Selanjutnya lihat, “Banyuwangi Bernyanyiendiri,” Rubrik Kehidupan, Kompas, 13ebruari2005.SFDAFTARPUS AKAAnoegrajekti, Novi. 2001. “KesenianUsing Resistensi Budaya Komuni‐tas Pinggir” dalam KebijakanKebuTdayaandiMasaOrdeBaru. JakartaPMB‐LIPI.‐‐‐‐‐‐‐‐. 2007. “Patung itu Bukan Penari,”dalam PenariGandrungdanGerakSosialBanyuwangi. Jurnal Srinthil.MediaPerempuanMultikulturalNo.12.DepokDesantara.‐‐‐‐‐‐‐‐. 2010. “Tradisi Basanan danWangsalanWarungBathokanEdu‐kasidanIdentitasMasyarakatUsing,” dalam WacanaAkademika.Majalah Ilmiah Kependidikan Univ.Sarjanawiyata Tamansiswa. Vol. 3,No.8,Juli2010.‐‐‐‐‐‐‐‐.2013.“PatungGandrungdanUlarBerkepala Gatot Kaca Mitos, Pem‐bongkaranTanda,danRepresentasiIdentitas Using,” Makalah dalamProsiding Seminar NasionalSemiotik,Pragmatik,danKebudayaan.De‐ Linguistik FIB esia.pok DepartemenUniversitas IndonBarker, Chris. 2000. CulturalStudiesTheoryandPractice. London SagePublications.Budianta, Melani. 2008. “Aspek LintasBudaya dalam Wacana Multikultu‐ral,” dalam KajianWacanadalamdanKonteksMultikultural  Multidisiplin.JakartaFIBUI.Hall,Stuart. 1993. “CulturalIdentity andDiaspora,” dalam Patrick Williamsand Laura Chrisman eds. Colonial/DiscourseandPostcolonialTheory.NewYorkHarvester Wheatsheaf.‐‐‐‐‐‐‐‐. 1997. “The Work of Representa‐tion”dalamRepresentationCulturalRepresentationsandSignifyingPractices.LondonSagePublication. RevitalisasiSastradanBudPotts,Jason &StuartCunningham.2008.“Fourmodels of the creative indus‐rnationalJournalofubmittedaya...Singodimayan, Hasnan, et al.2003. GanyBanyuwangiNoviAnoegrajekti193tries”,dalamInteCulturalPolicy.SPrimorac,Jaka.2005.ThePositionofCulturalWorkersinCreativeIndustriesSoutheasternPerspectives.ZagrebEuropeanCulturalFoundation.Richardson,Diane.“LocatingSexualities o ty”,dalamJur‐FromHere toN rmalinalSexualities,Vol74,2004.Saputra, Heru. 2011. FolklorUsingBanyuwangi.JemberFakultasSas‐traUniversitasJember.Sariono, Agus, et al. 2009. “Rancak Tra‐disi dalam Gerak Industri Pember‐dayaan Kesenian Tradisi‐Lokal da‐lamPerspektifIndustri Kreatif”. La‐.poran Penelitian. Jember Universi‐tasJember Singodimayan, Hasnan. 1990. “WarungBathokan Sisi Lain Tradisi Masya‐rakatOsing”dalamSurya,3Novem‐ber.drungBan uwangi.DewanKesenianBlambangan.Spradley, James P. 1997. MetodeEtnografi.YogyakartaTiaraWacana.Tim Yayasan Kebudayaan Banyuwangi.1994. “Upaya Pelestarian KesenianGandrungBanyuwangidieraGlo‐balisasi,” makalah disampaikan pa‐daSeminarHariJadidanKebudaya‐nanBanyuwagi,ProspeksertaPengembangannya,21April1994.Tomic‐Koludrovic, Inga & Mirko Petric.2005. “Creative Industries in Tran‐sitionTowardaCreativeEconomy,”dalam Nada Svob‐Dokic ed.. TheEmergingofCreativeIndustriesinEuropeSoutheastern. ZagrebInstituteforInternationalRelations.Qomariyah, Nunung. 2008. “Industriali‐sasiRekamandanNasibSenimanTradisi,”dalamEtnografiGandrungPertarunganIdentitas. Depok De‐santara. ... Oral tradition is one of the main objects that can be developed to produce creative products. The creative industry is intended as a system and economic practice based on knowledge and creativity [10]. Therefore, YouTube and Instagram social media were chosen for this study. ...This study aims to understand and explore the enduring values in the Using ethnic literature at the eastern end of Java, especially in the context of ritual discourse. By applying an ethnographic approach, especially the emic perspective, data were collected using participatory observation and in-depth interview techniques. Participatory observations were made of the Seblang Olehsari and Seblang Bakungan ritual processions, while in-depth interviews were conducted with 10 informants. Data were analyzed using orality and liminality techniques, and then cultural interpretations were carried out to obtain the meaning of locality values in the context of modern society. The results show three important dimensions dimension of excellence, liminality, and locality, which reflected the cultural ideology of safety in the union of microcosms and macrocosms. Thus, the existence of the values of local wisdom in the Using ethnic literature is still relevant in today's social life so that it is still functioning until now in the context of modern society. The dominant element of Using ethnic literature is the formation of traditional social institutions that lead to social safety and harmony, both in vertical microcosms and horizontal relationships macrocosms,a combination of the three SungkowatiAbstrakPenelitian ini bertujuan membahas bagaimana alih wahana cerita rakyat “Asal Usul Surabaya” dan perubahan yang terjadi dalam alih wahana cerita rakyat “Asal Usul Surabaya” menjadi produk industri kreatif. Teori yang digunakan adalah alih wahana dan sastra bandingan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, baik cetak maupun digital. Penelitian dilakukan selama enam bulan April—September 2021 di Surabaya. Analisis data dilakukan dengan metode perbandingan. Hasil penelitian menunjukan bahwa alih wahana cerita rakyat “Asal Usul Surabaya” menjadi kerajinan berupa patung dan miniatur patung masih mempertahankan tokoh dan tema utama perkelahian Sura dan Baya. Alih wahana dalam bentuk desain batik, kaos, dan berbagai merchandise lainnya masih mempertahankan tokoh utama Ikan Sura dan Baya, namun dengan perubahan-perubahan pada tema, tidak lagi hanya tentang perkelahian tetapi juga persaudaraan. Perubahan paling banyak terjadi pada alih wahana menjadi sinematografi dalam film animasi Grammar Suroboyo dan Culoboyo. Kata kunci sastra, industri kreatif, alih wahana, sastra bandingan AbstractThis study aims to discuss how is the transformation of story “The Origin of Surabaya” and the changes in transformation of folktale “The Origin of Surabaya” into creative industry products. It uses transformation and comparative literary theory. The collection of data is done by observation, interview, and dokumentation study, both print and digital. This research is conducted during six months April-September 2021 in Surabaya. Data analysis was carried out by comparison method. The results show that transformation of folktale “The Origin of Surabaya” into crafts in the form of sculpture and miniature statues still maintain character and main theme of Sura and Baya fight. Transformation in the form of batik design, shirt, and other merchandises still maintain main character Sura fish and Baya, but with many changes to a theme, no longer just about fighting but also brotherhood. The most changes occured in the transformation into chinematography in animated Grammar Suroboyo and Culoboyo. Keywords literature, creative industry, transformation, comparative literary theoryDalam perkembangan media, terutama maraknya penggunaan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan Youtube, banyak masyarakat Using yang memanfaatkan media sosial tersebut untuk mengungkapkan isi hati dengan menggunakan basanan. Makna yang penting dari dinamika peradaban ini bagi masyarakat Using, bahwa kelisanan primer kini telah memasuki kelisanan sekunder atau kelisanan berbasis digital. Hal ini menjadi cerminan dinamika kebudayaan study aims to discuss the lyrics of the Basanan song by Nurdian, sung by Catur Arum and posted on the Youtube channel, interprets the Using Banyuwangi culture in the context of secondary orality. This study uses a qualitative method with an oral approach to analyze the formula and oral characteristics in the text of the Basanan song. The results showed that the text of the Basanan song contained the tautotes repetition formula, mesodiplosis repetition formula, anaphora repetition formula, and showed formulaic expressions. The language characteristics in the Basanan text are the characteristics of spoken language because they are additive and aggregative. The substance of the text of the Basanan song reflects the cultural condition of the Using community. In the development of media, many Using people use social media to express artistic expression and for financial gain. The significance of the dynamics of civilization for the Using people is that the primary oral language has now entered the secondary oral language and has become a popular cultural product for the Using people, Banyuwangi, reflecting the dynamics of their civilization. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang lirik lagu Basanan karya Nurdian yang dinyanyikan Catur Arum dan diposting di kanal Youtube memaknai budaya Using Banyuwangi dalam konteks kelisanan sekunder. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan lisan untuk menganalisis rumus dan ciri lisan dalam teks lagu Basanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks lagu Basanan mengandung rumus pengulangan tautotes, rumus pengulangan mesodiplosis, rumus pengulangan anafora, dan menunjukkan ekspresi rumus. Ciri kebahasaan dalam teks Basanan merupakan ciri bahasa lisan karena bersifat aditif dan agregatif. Substansi teks lagu Basanan mencerminkan kondisi budaya masyarakat Using. Dalam perkembangan media, banyak orang Using menggunakan media sosial untuk mengekspresikan ekspresi seni dan untuk keuntungan finansial. Arti penting dinamika peradaban bagi masyarakat Using adalah bahwa bahasa lisan primer kini telah memasuki bahasa lisan sekunder dan menjadi produk budaya populer bagi masyarakat Using, Banyuwangi, yang mencerminkan dinamika HALLA new cinema of the Caribbean is emerging, joining the company of the other 'Third Cinemas'. It is related to, but different from the vibrant film and other forms of visual representation of the Afro-Caribbean and Asian 'blacks' of the diasporas of the West - the new post-colonial subjects. All these cultural practices and forms of representation have the black subject at their centre, putting the issue of cultural identity in question. Who is this emergent, new subject of the cinema? From where does he/she speak? Practices of representation always implicate the positions from which we speak or write - the positions of enunciation. What recent theories of enunciation suggest is that, though we speak, so to say 'in our own name', of ourselves and from our own experience, nevertheless who speaks, and the subject who is spoken of, are never identical, never exactly in the same place. Identity is not as transparent or unproblematic as we think. Perhaps instead of thinking of identity as an already accomplished fact, which the new cultural practices then represent, we should think, instead, of identity as a 'production', which is never complete, always in process, and always constituted within, not outside, representation. This view problematises the very authority and authenticity to which the term, 'cultural identity', lays claim. We seek, here, to open a dialogue, an investigation, on the subject of cultural identity and representation. Of course, the 'I' who writes here must also be thought of as, itself, 'enunciated'. We all write and speak from a particular place and time, from a history and a culture which is specific. What we say is always 'in context', positioned. IKesenian Using Resistensi Budaya Komnitas Pingi girNovi SelanjutnyaAnoegrajektiSelanjutnya lihat Novi Anoegrajekti "Kesenian Using Resistensi Budaya Komnitas Pingi gir" dalam Keb jakan Kebudayaan, Jakarta PMB LIPI, 2001.Banyuwangi Bernyanyi endiriSelanjutnyaSelanjutnya lihat, "Banyuwangi Bernyanyi endiri," Rubrik Kehidupan, Kompas, 13 ebruari Penari Gandrung dan Gerak Sosial BanyuwangiNovi AnoegrajektiAnoegrajekti, Novi. 2001. "Kesenian Using Resistensi Budaya Komunitas Pinggir" dalam Kebijakan Kebu T dayaan di Masa Orde Baru. Jakarta PMB-LIPI. -. 2007. "Patung itu Bukan Penari," dalam Penari Gandrung dan Gerak Sosial Banyuwangi. Jurnal Srinthil. Media Perempuan Multikultural No. 12. Depok Desantara. -. 2010. "Tradisi Basanan dan Wangsalan Warung Bathokan Edukasi dan Identitas Masyarakat Using," dalam Wacana Akademika. Majalah Ilmiah Kependidikan Univ. Sarjanawiyata Tamansiswa. Vol. 3, No. 8, Juli 2010. -. 2013. "Patung Gandrung dan Ular Berkepala Gatot Kaca Mitos, Pembongkaran Tanda, dan Representasi Identitas Using," Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Semio tik, Pragmatik, dan Kebudayaan. De-Linguistik FIB esia. pok Departemen Universitas Indon Barker, Chris. 2000. Cultural Studies Theory and Practice. London Sage Lintas Budaya dalam Wacana MultikulturalMelani BudiantaBudianta, Melani. 2008. "Aspek Lintas Budaya dalam Wacana Multikultural," dalam Kajian Wacana dalam dan Konteks Multikultural Multidi siplin. Jakarta FIB UI.
PENGERTIAN Pemasaran global adalah proses menfokuskan sumber daya (manusia, uang, aset fisik) dan tujuan-tujuan dari suatu organisasi untuk memperoleh kesempatan dan menanggapi ancaman pasar global. Pasar demikian biasanya tercipta karena adanya konsumen yang lebih menyukai produk standar , harga murah, dan karena adanya perusahaan global yang
shfrh shfrh Dengan cara menggabungkan keduanya namu n tetap mengaitkan kandungan unsurnya satu sama lain , contoh tari tradisional yg diubah menjadi tari tradisional modern makasih kakakkk Be yourself and never surrender terimakasiihh kakak cantik terimakasiihh kakak cantik smoga amalnya d catat oleh allah amiinn
Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka. Sahabat pendidikan pada postingan kali ini kherysuryawan akan memberikan informasi seputar kurikulum baru yakni kurikulum merdeka. Seperti kita ketahui bersama bahwa kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang diagagas oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan riset dan teknologi
afifh910 afifh910 Wirausaha Sekolah Menengah Pertama terjawab Iklan Iklan dhani1835 dhani1835 JawabanBudaya lokal seperti rebana,kita bisa membuat industri kreatif seperti membuat bedug rebana dari kulit dan kayu aja...terus kita padukan antara budaya dan industri Iklan Iklan Pertanyaan baru di Wirausaha 1. Ada banyak cara bagi wirausaha kerajinan untuk mengembangkan ide peluang usahanya, diantaranya adalah ....A. memberikan aturan yang sesuaiB. member … ikan kebebasan dan dorongan kreativitasC . menuntun kreativitasD. mengatur kebebasan dan kreativitas E. mengasah kreativitas 2. Berikut peralatan untuk membuat keramik berikut ini, kecuali .....A. rol kayuB. sponC. amplasD. butsir E. pemotong tanah​ yang bukan dari bahan yang digunakan untuk pembuatan plakat dari resin berikut ini adalah ......A. resin warna B. cairan m3C. katalis D. silikon E. re … sin bening​ Mengapa bagi pewira usaha ide adalah peluang usaha? pengaruh perbedaan budaya terhadap prilaku kerja karyawan? 2. berikan salah satu contoh perbedaan perilaku kerja seseorang dalam suatu orga … nisasi karena perbedaan budaya tersebut? Pada awalnya teknologi cetak menggunakan acuan cetak berupa? Sebelumnya Berikutnya Iklan
Ilustrasihasil karya industri kreatif. Kreativitas dalam mendesain sebuah produk akan mampu mendorong perindustrian Indonesia, oleh karena itu perlu terus ditumbuhkan. Kekayaan budaya yang ada di Indonesia merupakan sebuah potensi bagi industri kreatif. Sehingga, para pelaku industri kreatif juga perlu untuk dilindungi melalui regulasi Kreativitas dan budaya dalam industri ekonomi kreatif memiliki posisi strategis dalam melihat potensi lokal secara “smart”.Dua kata “Kreativitas” dan “Budaya” juga merupakan kunci, jika suatu daerah ingin skema competitive advantages, dua kata ini juga merupakan pilar dan sentral pembangunanindustrial clusters Porter, 1990 yang digagas jauh sebelum kita mendiskusikan berbagai konsep ekonomi kreatif di penting kemudian untuk melihat kembali kapan dan sebaiknya bagaimana kita mulai merealisasikan konsep ekonomi kreatif melalui implementasi strategi ekonomi kreatif di Indonesia dengan melihat kembali skala lokal sebagai pilar nasional. Tujuan penelitian ini adalah; 1 Mendapatkan gambaran mengenai penerapan industri ekonomi kreatif berbasis local context budaya dan kreativitas lokal, 2 Mengembangkan strategi sebagai salah satu solusi untuk mendorong pengembangan ekonomi petani kopi, 3 Menemukenali strategi bagaimana menumbuhkan enterpreneurship pada petani kopi lokal Jangkat. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisa kualitatif sebagai sebuah kajian temuan diharapkan dapat berimplikasi sebagai strategi solusi-pengembangan kopi lokal Jangkat-Merangin sebagai lokal branding daerah yang layak dipertimbangkan dalam skala yang lebih luas. Namun di sisi lain juga dapat dijadikan model pembelajaran pada konteks komunitas petani di wilayah lainnya. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. romz.
  • do085ovgum.pages.dev/25
  • do085ovgum.pages.dev/242
  • do085ovgum.pages.dev/7
  • do085ovgum.pages.dev/243
  • do085ovgum.pages.dev/47
  • do085ovgum.pages.dev/285
  • do085ovgum.pages.dev/250
  • do085ovgum.pages.dev/41
  • do085ovgum.pages.dev/235
  • bagaimana cara memadukan budaya lokal dengan industri kreatif